Jangan lagi Merusak, saatnya Menata Hutan

30 October 2015

Berulangnya kasus kebakaran kawasan hutan dan lahan melanda Indonesia seperti terjadi tahun ini, menunjukkan seakan pemerintah dan pihak terkait tak mau belajar atas kejadian sebelumnya. Padahal, efek domino yang ditimbulkan tak hanya berdampak pada kesehatan, ekonomi atau bidang lainnya. Juga, tak kalah pentingnya hilangnya plasma nutfah Indonesia di setiap kawasan yang terbakar.

 

Lebih parah lagi,kondisi ini juga berpengaruh terhadap hubungan bilateral antarnegara tetangga akibat terimbas kebakaran kawasan hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan penelitian Center for International Forestry Research (CIFOR) yang dirilis beberapa waktu lalu, kebakaran hutan ini sudah mengakibatkan kerugian lebih Rp 200 triliun. Angka ini berpedoman pada kebakaran hutan tahun 1997 lalu, termasuk kerugian yang dialami Malaysia dan Singapura.

Nah merujuk kenyataan inilah, mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sewaktu menjadi keynote speaker (pembicara kunci) dalam 2015 International Conference on “Green Development In Tropical Regions” di gedung Convention Hall Unand, Kampus Limaumanih, Padang, kemarin (29/ 10), meminta pemerintah dan pihak terkait lainnya belajar atas kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap seperti melanda hampir seluruh kawasan di Indonesia sekarang ini.

“Hutan itu jangan diusik lagi. Jikalau kita belajar dari kerusakan hutan, maka mulailah menata, bagaimana memelihara hutan itu ke depan,” ujar SBY yang juga President of Assembly and Chair of Council Global Green Growth Institute itu. SBY juga meminta pemerintah konsisten atas kebijakan moratorium kawasan hutan.

Dalam seminar yang dihadiri ratusan mahasiswa dan undangan itu, pria bergelar Yang Dipertuan Maharajo Pamuncak Sari Alam itu, menyebutkan bahwa sewaktu memerintah dulu, dia pernah mencoba menata bagaimana mengendalikan permasalahan- permasalahan lahan. Makanya, dia mengimbau pemerintah sekarang melanjutkan penataan tersebut.

“Hendaknya, pemerintah saat ini memakai apa yang sudah pernah saya kerjakan terdahulu. Mana yang baik tolong dipakai. Begitu pula dengan ketetapan dari presiden yang lampau. Silakan ambil program yang baiknya saja, sedangkan yang buruknya jangan,” ujar SBY didampingi istrinya Ani Yudhoyono dan putranya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).

SBY yang menekankan pentingnya mengedepankan triologi pembangunan berkelanjutan pada abad 21, yakni growth (tumbuh), equity (seimbang), dan sustainable (berkelanjutan) itu, mengajak semuakalangan jangan diulangi lagi merusak lahan. Mulailah berpikir ke depan dengan cara belajar memelihara hutan.

“Jangan usik hutan lagi. Berpikir ke depan dengan memperbaikinya,” tegasnya. Kemudian, dia menyaranka kepada pemerintah daerah, kabupaten/kota mulailah bermain dengan perencanaan berkonsep lingkungan. Tujuannya, agar anak cucu bisa menikmatinya di kemudian hari.

Diakui SBY, bukanlah persoalan mudah menerapkan pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan. Terlebih lagi, seiring kian meningkat tajamnya pertumbuhan penduduk. Bahkan, berdasarkan analisis sejumlah penelitian soal populasi penduduk dunia tahun 2045 mendatang, mencapai 9 miliar. Angka ini jelas meningkat dibandingkan sekarang baru mencapai 7,3 miliar.

Nah, melesatnya pertumbuhan penduduk ini, jelas berpengaruh terhadap kebutuhan makan, energi dan air diperkirakan juga melonjak 60-70 persen dari kebutuhan sekarang. Mau tak mau, kondisi ini membuka peluang terjadinya kerusakan lingkungan dampak ekspolitasi berlebihan. Di samping itu, juga makin memperparah global warming (pemanasan global) dan efek negative lainnya. “Kondisi ini jelas harus dikendalikan. Boleh-boleh saja menfaatkan sumberdaya alam. Namun, harus diingat jangan sampai rakus,” ingat SBY.

Terkait keterlibatan kalangan kampus, SBY mengajak mahasiswa maupun dosen mendukung pembangunan lingkungan hijau. “Mahasiswa, dosen, peneliti dan kalangan kampus perlu berlari lebih kencang guna mendukung program pembangunan ramah lingkungan tersebut,” kata SBY.

Untuk mendukung konsep pembangunan tersebut, menurutnya, kalangan kampus wajib menanamkan pola tersebut dalam aktivitas keseharian. Akademisi kampus dapat menjadi pionir kegiatan berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan. Kalangan kampus juga dapat menciptakan solusi terhadap permasalahan lingkungan yang menjadi penghambat pembangunan berkelanjutan tersebut.

Tak lupa, SBY mengapresiasi Unand mulai menerapkan pembangunan berbasis lingkungan. Diayakin, ke depan Unand bisa menjadi kampus terkemuka tak hanya di tingkat nasional, namun juga ASEAN dan dunia.“ Saya yakin suatu saat nanti Unand menjadi kampus terkemuka di dunia,” sebut pria peraih gelar doktor (HC) di Unand itu.

Sebelum menyampaikan pemikirannya, SBY menyebutkan bahwa Sumbar adalah provinsi kenangan dia bersama istrinya. “Sungguh cantik dan menakjubkan,” sebutnya. Dia pun bernostalgia kembali ketika masyarakat Tanjungalam dan Pewaris Kerajaan Pagaruyung di Istano Basa Pagaruyung memberikan dia dan istri gelar adat Sangsako. “Saya mendapatkan gelar Yang Dipertuan Maharajo Pamuncak Sari Alam, sedangkan ibu Ani mendapat gelar Puan Puti Ambun Suri,” kata SBY mengenang kembali pemberian gelar yang berlangsung Jumat, 22 September 2006.

Terkait pembicaraan SBY dalam seminar internasional ini, mantan Rektor Unand sekaligus mantan Wagub Sumbar Prof Fachri Ahmad memberikan apresiasi. “Beliau sangat menguasai tentang lingkungan, karena banyak belajar,” tegasnya.

Fachri menyebutkan, pentingnya komitmen dan keseriusan pemerintah dalam penanganan hutan ini, terlebih lagi hutan gambut. Dia mengingatkan bahwa kebakaran hutan sangat merugikan bangsa ini. “Terutama, kerugian plasma nutfah yang sampai sekarang belum banyak mendapat perhatian,” katanya

Di sisi lain, Ketua Panitia Prof Rudi Febriamansyah mengatakan, seminar ini guna menindaklanjuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brazil, pada 1992, merupakan upaya global mengkompromikan kepentingan pembangunan dan lingkungan. “Ini baru langkah awal guna menjalin kerja sama dengan peneliti luar negeri soal isu lingkungan. Intinya, kita berupaya membangun kesadaran antar peneliti terkait persoalan ini,” sebutnya.

Terpisah, Rektor Unand Prof Werry Darta Taifur menyambut baik ajakan SBY soal pentingnya pembangunan berkelanjutan yang tidak hanya berasal dari aktivitas kampus. Namun, masyarakat perlu juga diberi pemahaman tentang konsep hijau itu.

Hadir dalam kesempatan ini, mantan Mensesneg Sudi Silalahi, mantan Mendagri Gamawan Fauzi, mantan Wamendiknas Musliar Kasim, Ketua Persatuan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Pusat Prof Dr Bustanul Arifin, Direktur Pascasarjana Unand Prof Syafruddin Karimi dan lainnya.

 

AF

Read 1664 times